photo's

Blog Saya

Jumat, 21 Desember 2012

Ilmu Sosial Dasar




Monumen Nasional yang popular disebut dengan sebutan Monas atau Tugu Monas. Monumen ini berada di tengah-tengah jantung Ibu kota Jakarta. Monumen ini memiliki ketinggian 132 meter yang didirikan untuk mengenang perlawan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan  pada masa penjajahan tahun silam. Ketika Indonesia di pertaruhkan nyawanya untuk berperang melawan kelompok sekutu  pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Pembanguna monumen ini di mulai pada tanggal 17 agustus 1961 di bawah pemerintahan presiden Soekarno,  Tugu ini dimakohtahkan lidah api yang di lapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang membara dalam amarah tekad perjuangan para pahlawan.

Banyak pengetahuan yang akan di dapat pada tempat wisata ini, karna banyak patung-patung reliev yang menggambarkan dari mulanya manusia pada jaman purba sampai pada saat Indonesia bebas dari penjajahan. Nah dari situlah kita dapat mengaplikasian pembelajaran yang sangat penting dalam pengetahuan kita terhadap jaman penjajahan. Sehingga apa yang kita pelajari dari pengetahuan tersebut dapat diambil nilai-nilai prasejarah di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam rasa bertanggung jawab atas menjaga tata tertib dilingkungan dimanapun kita berada, bertanggung jawab dalam belajar, bertanggung jawab dalam etika baik terhadap orang lain, dan membimbing nilai moral kehidupan dalam bersosialisasi di masyarakat.


Sejarah pembentukan
Dahulu kala setelah penjajahan dan Indonesia merdeka pemerintahan Indonesia berkedudukan di kota D.I Yogyakarta pada tahun 1950, setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke kota DKI Jakarta maka menyusulah pengakuan tentang kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintahan Negara Belanda pada tahun 1949. Presiden Soekarno memulai memikirkan pembengunan prasejarah yang menjulang tinggi dengan sebutan Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eifel. Monumen Nasional terletak di depan Istana Negara Republik Indonesia, yang bertujuan untuk  medeklarasikan  suatu  penghormatan  kemerdekaan pada saat  upacara 17 Agustus. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat juang patriotisme generasi saat ini dan generasi yang akan mendatang.


Pembangunan tugu monas
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama kurun waktu dari tahun 1961-1965 dimulai dengan secara resminya pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan peresmian presiden Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama dengan total 284 pasa beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966-1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September 1966 dan upaya kudeta, tahun ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Monumen di buka secara umum dan di resmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh presiden Republik Indonesia Soeharto.  Pada halaman luar mengelilingi Monumen Nasional, pada setiap sudutnya terdapat reliaev timbul yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut dengan menggmbarkan kejayaan Nusantara pada masa lampau, menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit secara arah jarum jam lalu menggambarkan pahlawan-pahlawan samapai menggambarkan kisah pada saat modern ini.
Sebuah lift pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah  selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala LAMPU perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram,  akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.  Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter dibawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17-8-1945).


Kunjungan museum
Dalam sebuah kunjungan ke sebuah Monumen Nasional dalam rangka menyelesaikan studi Ilmu Sosial Dasar saya meyusun makalah bertema sejarah pertempuran dan perlawanan rakyat Indonesia selama masa penjajahan.
            Di dalam Monumen Nasional terdapat berbagai macam sejarah Indonesia, yang diantaranya diorama perlawanan dan pertempuran rakyat Indonesia selama masa penjajahan. Berikut rangkuman dari perlawanan dan pertempuran rakyat Indonesia selama masa penjajahan :
v  Pertempuran Pembentukan Jayakarta 22 Juni 1527
Untuk membendung pengaruh Portugis yang sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di Malaka, Sultan Trenggono, Demak mengirim Fatahillah dengan pasukannya dan pada tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum Portugis mendirikan benteng di pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan Raja Padjajaran. Dalam sebuah pertempuran tanggal 22 juni 1527 di pelabuhan Sunda Kelapa Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi Fransisco de Sa yang dikirim Portugis untuk mendirikan benteng bernama Sunda Kelapa yang kemudian diganti menjadi Jayakarta yang memiliki arti nama kota kemenangan.

v  Perlawanan Pattimura, 1827
Berdasarkan Konvensi London 1814, Belanda berkuasa kembali di Indonesia serta mengulangi menjalankan monopoli perdagangan dan segala sesuatu yang bersifat eksploitasi dilaksanakan kemabali sontak rakyat Maluku tidak mau menerima politik monopoli perdagangan Belanda dan kemudian mengadakan perlawanan dibawah pimpinan Pattimura.  Pada tanggal 15 mei 1817 Pattimura bersama rakyat menyerbu benteng  Duurstede di Saparua dan berhasil merebutnya.

v  Perang Imam Bonjol, 1821 – 1837
Sekembalinya para ulama dari Tanah Suci, mereka melihat bahwa keadaan kehidupan masyarakat tidak sesuai dengan ajaran - ajaran Islam. Para ulama yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol mengadakan pembaharuan – pembaharuan yang ditentang oleh kaum adat. Belanda untuk memperkuat kedudukannya kemudian memihak kaum adat, menyadari kekuasaan Belanda makin luas, akhirnya perlawanan terhadap Belanda dilakukan oleh kaum ulama bersama kaum adat. Tuanku Imam Bonjol menghimpun kekuatannya antara lain dengan membuat parit – parit pertahanan untuk berlindung sekaligus sebuah taktik penyerangan.


v  Perang Diponegoro, 1825 – 1830
Perang yang dicetuskan pada tahun 1825 oleh Pangeran Diponegoro merupakan salah satu perlawanan rakyat semesta yang berlangsung secara terus menerus sehingga Belanda kehilangan sebanyak 15.000 tentara. Dalam pertempuran di sekitar kali Bogowonto, Diponegoro berhasil mengalahkan pasukan kavaleri Belanda. Dengan perangkap berkedok perundingan yang akhirnya Diponegoro ditangkap di Magelang pada maret 1830.

v  Pertempuran Jagaraga, 1848 – 1849
Pada tahun 1841, Belanda memaksakan penghapusan peraturan Tawan Karang yang diakui sebagai lembaga hokum adat di Bali tetapi ditolak oleh Buleleng dan Karangasem. Walaupun dalam serangan Belanda pada tahun 1840 Buleleng dan Karangasem dapat diduduki, namun semangat juang rakyat tetap berkobar dan mereka menyiapkan pertahanan di Jagaraga. Pertempuran di muka pura dalam Jagaraga berakhir dengan gugurnya seisi pura yang lebih dikenal sebagai puputan Jagaraga.


v  Perang Banjar, 1859 – 1905
Untuk menjaga agar hasil bumi Kalimantan seperti batu bara, minyak, karet, dan lain – lain tidak jatuh ke tangan bangsa lain Belanda berusaha untuk menguasai Banjar melalui campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Banjar. Hal ini menjadi alas an bagi rakyat Banjar untuk mengangkat senjata melawan Belanda dibawah pimpinan pangeran Antasari. Penyerangannya terhadap kapal Belanda Onrust di Lontartur dilakukan oleh pangeran Suropati, saudara pangeran Antasari.

v  Perang Aceh, 1873 – 1904
Aceh menolak tuntutan Belanda agar menghentikan hubungannya dengan negara - negara lain. Belanda segera mengirim ekspedisi yang di pimpin oleh Mayor Jenderal Kohler, serangan pertama Belanda gagal bahkan panglimanya Kohler gugur dalam pertempuran di halaman Masjid Agung Baiturrahman Banda Aceh. Pembakaran masjid Agung Baiturrahman semakin menumbuhkan semangat perlawanan rakyat terhadap Belanda.

BEBERAPA FOTO >>
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar