Monumen Nasional yang popular disebut dengan sebutan Monas
atau Tugu Monas. Monumen ini berada di tengah-tengah jantung Ibu kota Jakarta.
Monumen ini memiliki ketinggian 132 meter yang didirikan untuk mengenang
perlawan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan pada
masa penjajahan tahun silam. Ketika Indonesia di pertaruhkan nyawanya untuk
berperang melawan kelompok sekutu pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembanguna monumen ini di mulai pada tanggal 17 agustus 1961
di bawah pemerintahan presiden Soekarno, Tugu ini dimakohtahkan lidah api
yang di lapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang membara
dalam amarah tekad perjuangan para pahlawan.
Banyak pengetahuan yang akan di dapat pada tempat wisata
ini, karna banyak patung-patung reliev yang menggambarkan dari mulanya manusia
pada jaman purba sampai pada saat Indonesia bebas dari penjajahan. Nah dari
situlah kita dapat mengaplikasian pembelajaran yang sangat penting dalam
pengetahuan kita terhadap jaman penjajahan. Sehingga apa yang kita pelajari
dari pengetahuan tersebut dapat diambil nilai-nilai prasejarah di dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam rasa bertanggung jawab atas menjaga tata tertib
dilingkungan dimanapun kita berada, bertanggung jawab dalam belajar,
bertanggung jawab dalam etika baik terhadap orang lain, dan membimbing nilai
moral kehidupan dalam bersosialisasi di masyarakat.
Sejarah
pembentukan
Dahulu kala setelah penjajahan dan Indonesia merdeka
pemerintahan Indonesia berkedudukan di kota D.I Yogyakarta pada tahun 1950,
setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke kota DKI Jakarta maka
menyusulah pengakuan tentang kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintahan
Negara Belanda pada tahun 1949. Presiden Soekarno memulai memikirkan
pembengunan prasejarah yang menjulang tinggi dengan sebutan Monumen Nasional
yang setara dengan Menara Eifel. Monumen Nasional terletak di depan Istana
Negara Republik Indonesia, yang bertujuan untuk medeklarasikan
suatu penghormatan kemerdekaan pada saat upacara 17 Agustus.
Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa
Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945, agar terus membangkitkan
inspirasi dan semangat juang patriotisme generasi saat ini dan generasi yang
akan mendatang.
Pembangunan
tugu monas
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama kurun
waktu dari tahun 1961-1965 dimulai dengan secara resminya pembangunan pada
tanggal 17 Agustus 1961 dengan peresmian presiden Soekarno secara seremonial
menancapkan pasak beton pertama dengan total 284 pasa beton digunakan sebagai
fondasi bangunan. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966-1968
akibat terjadinya Gerakan 30 September 1966 dan upaya kudeta, tahun ini sempat
tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan
diorama pada museum sejarah. Monumen di buka secara umum dan di resmikan pada
tanggal 12 Juli 1975 oleh presiden Republik Indonesia Soeharto. Pada
halaman luar mengelilingi Monumen Nasional, pada setiap sudutnya terdapat
reliaev timbul yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di
sudut timur laut dengan menggmbarkan kejayaan Nusantara pada masa lampau,
menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit secara arah jarum jam lalu
menggambarkan pahlawan-pahlawan samapai menggambarkan kisah pada saat modern
ini.
Sebuah lift pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung
menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari
permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak
ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat
panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga
darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung
dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca
cerah tanpa asap kabut, di arah selatan terlihat dari kejauhan Gunung
Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas
dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang
nyala LAMPU perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35
Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6
meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini sebagai simbol
semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya
nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, akan
tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50
kilogram lembaran emas. Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung
Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat
yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang
masa. Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17
meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator
ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan.
Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara
ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter dibawah tanah ditambah
5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk bujur
sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17-8-1945).
Kunjungan
museum
Dalam
sebuah kunjungan ke sebuah Monumen Nasional dalam rangka menyelesaikan studi
Ilmu Sosial Dasar saya meyusun makalah bertema sejarah pertempuran dan
perlawanan rakyat Indonesia selama masa penjajahan.
Di dalam Monumen Nasional terdapat berbagai macam sejarah
Indonesia, yang diantaranya diorama perlawanan dan pertempuran rakyat Indonesia
selama masa penjajahan. Berikut rangkuman dari perlawanan dan pertempuran
rakyat Indonesia selama masa penjajahan :
v Pertempuran Pembentukan Jayakarta
22 Juni 1527
Untuk
membendung pengaruh Portugis yang sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di
Malaka, Sultan Trenggono, Demak mengirim Fatahillah dengan pasukannya dan pada
tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum Portugis mendirikan
benteng di pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan Raja
Padjajaran. Dalam sebuah pertempuran tanggal 22 juni 1527 di pelabuhan Sunda
Kelapa Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi Fransisco de Sa yang dikirim
Portugis untuk mendirikan benteng bernama Sunda Kelapa yang kemudian diganti
menjadi Jayakarta yang memiliki arti nama kota kemenangan.
v Perlawanan Pattimura, 1827
Berdasarkan
Konvensi London 1814, Belanda berkuasa kembali di Indonesia serta mengulangi
menjalankan monopoli perdagangan dan segala sesuatu yang bersifat eksploitasi
dilaksanakan kemabali sontak rakyat Maluku tidak mau menerima politik monopoli
perdagangan Belanda dan kemudian mengadakan perlawanan dibawah pimpinan
Pattimura. Pada tanggal 15 mei 1817
Pattimura bersama rakyat menyerbu benteng
Duurstede di Saparua dan berhasil merebutnya.
v Perang Imam Bonjol, 1821 – 1837
Sekembalinya
para ulama dari Tanah Suci, mereka melihat bahwa keadaan kehidupan masyarakat
tidak sesuai dengan ajaran - ajaran Islam. Para ulama yang dipimpin Tuanku Imam
Bonjol mengadakan pembaharuan – pembaharuan yang ditentang oleh kaum adat.
Belanda untuk memperkuat kedudukannya kemudian memihak kaum adat, menyadari
kekuasaan Belanda makin luas, akhirnya perlawanan terhadap Belanda dilakukan
oleh kaum ulama bersama kaum adat. Tuanku Imam Bonjol menghimpun kekuatannya
antara lain dengan membuat parit – parit pertahanan untuk berlindung sekaligus
sebuah taktik penyerangan.
v Perang Diponegoro, 1825 – 1830
Perang
yang dicetuskan pada tahun 1825 oleh Pangeran Diponegoro merupakan salah satu
perlawanan rakyat semesta yang berlangsung secara terus menerus sehingga
Belanda kehilangan sebanyak 15.000 tentara. Dalam pertempuran di sekitar kali
Bogowonto, Diponegoro berhasil mengalahkan pasukan kavaleri Belanda. Dengan
perangkap berkedok perundingan yang akhirnya Diponegoro ditangkap di Magelang
pada maret 1830.
v Pertempuran Jagaraga, 1848 – 1849
Pada
tahun 1841, Belanda memaksakan penghapusan peraturan Tawan Karang yang diakui
sebagai lembaga hokum adat di Bali tetapi ditolak oleh Buleleng dan Karangasem.
Walaupun dalam serangan Belanda pada tahun 1840 Buleleng dan Karangasem dapat
diduduki, namun semangat juang rakyat tetap berkobar dan mereka menyiapkan
pertahanan di Jagaraga. Pertempuran di muka pura dalam Jagaraga berakhir dengan
gugurnya seisi pura yang lebih dikenal sebagai puputan Jagaraga.
v Perang Banjar, 1859 – 1905
Untuk
menjaga agar hasil bumi Kalimantan seperti batu bara, minyak, karet, dan lain –
lain tidak jatuh ke tangan bangsa lain Belanda berusaha untuk menguasai Banjar
melalui campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Banjar. Hal ini menjadi
alas an bagi rakyat Banjar untuk mengangkat senjata melawan Belanda dibawah
pimpinan pangeran Antasari. Penyerangannya terhadap kapal Belanda Onrust di
Lontartur dilakukan oleh pangeran Suropati, saudara pangeran Antasari.
v Perang Aceh, 1873 – 1904
Aceh
menolak tuntutan Belanda agar menghentikan hubungannya dengan negara - negara
lain. Belanda segera mengirim ekspedisi yang di pimpin oleh Mayor Jenderal
Kohler, serangan pertama Belanda gagal bahkan panglimanya Kohler gugur dalam
pertempuran di halaman Masjid Agung Baiturrahman Banda Aceh. Pembakaran masjid
Agung Baiturrahman semakin menumbuhkan semangat perlawanan rakyat terhadap
Belanda.
BEBERAPA FOTO >>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar